Rabu, 23 Mei 2012

Perjalanan Terakhir Widjajono di Tambora,by hasnan

Janji Bagikan Jaket dan Kompor setelah Pendakian Berakhir Sejak di Dompu, Widjajono Partowidagdo sudah terlihat lelah. Beberapa anggota rombongan yang mendaki Tambora bersama Wamen ESDM itu juga mual-mual dan muntah menjelang puncak. SEKITAR 50 meter dari puncak Gunung Tambora. Dalam kondisi yang sudah sangat terlihat payah, dengan posisi duduk beristirahat dan kaki dipijat karena kram, Widjajono Partowidagdo tetap bersemangat bercerita tentang gunung yang terletak di Kabupaten Dompu, Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, tersebut. Mulai rencana wakil menteri energi dan sumber daya mineral (ESDM) tersebut menjadikan Tambora sebagai lokasi geowisata internasional hingga sejarah ledakan dahsyatnya pada 11 April 1815 yang mengubah iklim di Eropa dan menjadi penyebab kalahnya Kaisar Prancis Napoleon Bonaparte.

Minggu, 20 Mei 2012

Ibu Dra Evi Nafisah dengan Antonio Soares SH.by hasnan habib

Pertemuan intensif antara PT PPA Green dengan Tim Gapoktan Manajemen dan Panitya peringatan 2 Abad Letusan Gunung Tambora yang memunculkan ide "menghijauakan Dunia dengan Jabon" . Ibu Evi Nafisah adalah ketua Panitya yang digawangi oleh beberapa punggawa penghijauan dari Asosiasi Petani Pelopor Penghijauan (AP3) dan yayasan Balumba Bima, serta Yayasan MM dan Safana, pertemuan dilangsungkan di Cijantung , di kediaman bapak Prof.Dr.Ir HM Amin Aziz, tokoh sepuh penggerak ekonomi syariah di Indonesia.

Penghijauan Tambora. by hasnan habib

Gunung Tambora menyimpan misteri yang sangat besar, letusannya yang sangat dahsyat tentu membawa pesan yang sangat dahsyat juga, sudah menjadi hukum alam bahwa alam mencari keseimbangannya dalam bentuk kekuatan energi, letusan gunung berapi, banjir, lahar, tsunami adalah pesan alam untuk manusia sebagai makhluk yang berakal bahwa memang sedang terjadi sesuatu dalam peradaban manusia ketika bencana alam terjadi. Peristiwa meletusnya gunung Tambora terjadi tahun 1815 M bersamaan dengan ekspansi Napoleon Bonaparte ke Rusia, akibat perhitungan cuaca yang berubah menjadi dingin ekstrim , pasukan Perancis dikalahkan oleh pasukan Rusia, demikian juga saat itu Rafles yang berkuasa di Batavia merasakan akibat dari letusan Gunung Tambora. Apakah artinya semua itu, bahwa kita sebagai generasi abad 21 perlu melakukan "sesuatu" untuk memaknai peristiwa 2 abad meletusnya Gunung Tambora, sesuatu itu adalah dorongan menghijaukan kawasan gunung Tambora dengan niat ikhlas memperbaiki keseimbangan bumi dan sekedar mengingatkan bahwa gunung Tambora bukan sekedar milik suku Bima , Dompu atau propinsi NTB, Tambora adalah milik Nusantara dan Dunia.

Ibu Evi Nafisah : pelatihan Jabon di Cijantung.by hasnan habib

Pelatihan pengembangan tanaman Jabon di Cijantung Jakarta Timur.

Kamis, 17 Mei 2012

Bima, Seorang ksatria dan mahasiswa yang teguh, tegar, dan bijak menetapkan sikap.by hasnan habib

Bima, seorang ksatria berdarma utama dan sekaligus juga seorang ‘mahasiswa’, dan sama sekali bukanlah seorang ‘minisiswa’, yang menerima dan menelan mentah-mentah begitu saja semua kata-kata gurunya. Ia merupakan gambaran manusia yang selalu teguh dan tegar dalam pendirian, serta bijak dalam bersikap.

Minggu, 13 Mei 2012

Pertemuan menyambut peringatan 200 tahun meletusnya Gunung Tambora. by hasnan habib petani depok

Pak Muslim Amin dari koperasi andalan bersama Bima NTB, Pak Dadang Rajak, Pak Sapril Simabor dan pak Djoni prabowo di Cilangkap Tapos Depok, seusai meninjau lahan Jabon sebagai persiapan pencanangan menyambut 200 tahun meletusnya Gunung Tambora, Bima NTB.

Sejarah kelam kerajaan Bima/by hasnan habib petani depok

“NTAIPU NAHU SURAMPA DOU MA LABO DANA” adalah falsafah yang menjadi pijakan kepemimpinan Bima. Falsafah itu coba diusung oleh masyarakat Bima dalam menyongsong kepemimpinan arif profesional yang memihak pada kepentingan umum. Muasal falsafah tersebut diintrodusir sejak zaman kesultanan Bima. Makna falsafah di atas sangatlah mendalam. Mengandung pesan bahwa seorang pemimpin agar sadar akan kapasitasnya sebagai pemimpin.

Rapat Panitya 200 Tahun Tambora Meletus. by hasnan habib petani depok

Letusan Gunung Tambora ditahun 1815 M layak diperingati karena letusan terdahsyat di dunia itu (20 x letusan Gunung Krakatau 1899) membawa perubahan iklim yang sangat dahsyat didunia, antara lain Musim panas tanpa matahari di Eropa (karena tertutup abu Tambora) sementara Gunung Tambora sendiri kehilangan 3/4 volume nya serta daerah Sumbawa , Dompu dan sekitarnya terbenam lahar letusan, Kini hampir dua abad menjelang tahun 2015, para penggiat penghijauan mendeklarasikan panitya peringatan tersebut dengan tema 1815 Tambora Menghitamkan dunia, 2015 Bima menghijaukan Nusantara, selanjutnya menghijaukan dunia. dan sub tema menanam jabon dilahan 17.845 hektar oleh 17845 petani penghijauan di seluruh Nusantara.Panitya diketuai oleh Ibu Evi Nafsiah dari Yayasan Balumba Bima, Sekretaris Hasnan Habib dari asosiasi petani Pelopor Penghijauan (AP3) Bendahara Faizal Helmi MM dari yayasana Safana Depok. Tanpa banyak ekspose dan bicara kami terus bekerja. Mari dari Bima kita hijaukan Nusantara.

Selasa, 08 Mei 2012

Bima, kerajaan berdaulat.by hasnan habib petani depok

Bima dan Lombok Di antara Jaringan Perdagangan Makassar
Dalam tahun 1831 J.Francis sebagai komisaris Perusahaan Belanda diutus ke berbagai daerah di Nusa Tenggara, yang kemudian memberikan laporannya kepada pemerintah pusat di Batavia. J.Francis pertama mengungjungi daerah Lombok ,Sumbawa, Bima, kemudian meneruskan perjalanan ke tempat-tempat di bagian timur Nusa Tenggara. Dalam tahun 1835 dalang pula utusan pemerintah Hindia Belanda, Jembrong (seorang Jawa) ke Lombok untuk mengetahui keadaan, dan menyampaikan laporannya kepada pemerintah di Batavia. Juga masih dikirim utusan pada tahun-tahun berikutnya ke Nusa Tenggara. Dari laporan para petugas pemerinlah kolonial ini dapat diketahui mengenai keadaan ekonomi di kepulauan, meskipun tidak seimbang pada setiap daerah.

Jabon atau Sapan . by hasnan habib petani depok

Tercantum dalam perjanjian antara Admiral Speelman ( VOC ) di tahun 1699 dengan Sultan Bima bahwa Kayu Jabon atau Sapan dilarang dijual kepada siapapun kecuali kepada Kumpeni Belanda di Batavia, berkat kayu Jabon atau Sapan , kerajaan Bima tidak tersentuh secara fisik oleh penjajah Belanda, tak pernah dikutak katik siapa yang harus memerintah, secara de facto kerajaan Bima tak pernah dijajah oleh Belanda.

About Bima Empire , NTB Province.By hasnan habib depok

Bima is a city on the eastern coast of the island Sumbawa in central Indonesia's province West Nusa Tenggara, and the largest city on the island. In 2010 the municipality counted some 142,443 people, separate from (but surrounded by) the adjoining Regency of Bima with 407,636 population. The city is located on eastern shore of Bima bay, traditionally Bima was a port city that connected to other port cities in Eastern Indonesia such as Makassar and Ternate, as well as to ports in Lombok, Bali, and East Java. The people of Bima and the entire eastern side of Sumbawa speak what is known as Bahasa Bima Bima language or Nggahi Mbojo in native language.
Modern day Bima is the largest regional and economic hub of Eastern Sumbawa with transmigrants from other parts of Indonesia, especially Java, Bali, and Lombok. It has a central downtown commercial zone. It is home to Sultan Salahuddin mosque and a Sultan Salahuddin museum (former Bima Sultanate palace). It is connected by provincial road to Dompu and Sape.
Contents 1 History 2 Transportation 3 Tourism 4 Sources, References and External links 5 Further reading History Sultan of Bima, ca. 1920–1943 The first people on the island is considered habitated the west coast of Bima Bay, where nowadays found a craved cave in Donggo Village called Sowa. Based on the Bimananese note called by 'Bo', the earliest inhabitants on the east part of the island was called by dou donggo people(which literally means people who live in highland, or far away land', which was consist of two groups, the donngo ipa (is the west coast of Bima Bay, which is now part of Donggo subdistrict of Bima regency) and donggo ele (now is situated around wawo, a mountainous subdistrict of Bima Regency). At current time, the inhabitants on both are speak in the same language as entire land of Bima and Dompu, except a group of people which is considered by term 'Bimanese' but speaks in more different language or dialects called dou Sambori (dou means people). While the nowadays Bimanese is the mixture of local inhabitants and the seafarers and transmigrants of Bugis people who came on the first time of Sultanate of Bima.
On the earliest era around 10 AD, the area was consist of fives groups of protectorate, called by Ncuhi. The fives Ncuhis were administrated and controlled different area, but coordinated among of them. The area was divided by the location of the protectorate, the Ncuhi Wera in the North, Ncuhi Bangga Pupa in the South, Ncuhi Bolo in the west, Ncuhi Sape in the east and Ncuhi Dawra in the central part. All of these protectorates were united while Sang Bima, a Kind from Medang Kingdom came and were reigned by all of procterorated as the first King of Bima Kingdom. The earliest document mentioning about the kingdom of Bima was found in 14th century Majapahit script of Nagarakretagama. Bima was the eponymous capital of the Sultanate of Bima (id:Kesultanan Bima), which seceded after Islamisation in the early 17th century to an ancient Hindu kingdom on the eastern seaboard of the island of Sumbawa.
Only in 1792 the Dutch persuaded Sultan 'Abdu'l Hamid Muhammad Shah to sign a definitive contract, making Bima a protectorate, first of the VOC (indirect rule by charter company) and later of the Dutch Indies, but the colonial hand weighed lighter than in most Indonesian princely states. Transportation Bima is connected through trans Sumbawa road to Sape harbour in the east and Dompu in Southwest all the way to Sumbawa Besar and Taliwang in the western part of Sumbawa. Bus services connected Bima to other neighboring cities in Sumbawa as far as Mataram in Lombok are available. Air transportation is served through Sultan Salahuddin Airport in southern outskirt of Bima by Merpati Nusantara Airlines and Wings Air to Denpasar and Surabaya. Tourism
Bima has several well-known tourism objects, such as Mount Tambora, Wawo traditional Village, Snake Island, Ana fari Lake (Lake of the angels) or Satonda Island. There are many of white-sandy beaches in the south and northern part of Bima, which have a beautiful scene, but still rare to visit. Bima only has modest tourism accommodations, such as melati class hotels and restaurants. The city's main attraction is the Sultan Salahuddin mosque and Sultan Salahuddin museum (former Bima Sultanate palace). Bima is usually served as the air-hub for domestic and foreign visitors that are more attracted to visit Hu'u beach for surfing or Tambora volcano for hiking.

Iman dan Diplomasi: Serpihan Sejarah Kerajaan Bima.by hasnan habib kota depok

Iman dan Diplomasi: Serpihan Sejarah Kerajaan Bima Henri Chambert-Loir, Massir Q. Abdullah, Suryadi, Oman Fathurahman, H. Siti Maryam Salahuddin, Iman dan Diplomasi: Serpihan Sejarah Kerajaan Bima, Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia (KPG), kerja sama dengan École française d'Extrême-Orient (EFEO), dan Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, Maret 2010, 222 hlm.
Satu lagi, kontribusi para filolog bagi dunia keilmuan dapat dinikmati. Iman dan Diplomasi: Serpihan Sejarah Kerajaan Bima, demikian judul buku karangan bersama Henri Chambert-Loir, Massir Q. Abdullah, Suryadi, Oman Fathurahman, dan H. Siti Maryam Salahuddin ini menyapa pembaca. Dengan sampul unik berupa ilustrasi tanda tangan Sultan Abdul Hamid Muhammad Syah, yang disalin dari naskah Perjanjian antara Kerajaan Bima dan Kompeni Belanda, 26 Mei 1792, buku ini menghadirkan tiga hasil telaah atas naskah-naskah yang berasal dari Kesultanan Bima, antara tahun 1775 sampai 1882. Para penulisnya: Henri Chambert-Loir, Massir Q. Abdullah, Suryadi, Oman Fathurahman, dan H. Siti Maryam Salahudin adalah mereka yang telah lama ‘bercengkrama' dengan dunia pernaskahan Nusantara. Henri Chambert-Loir, yang dalam memahami beberapa maksud teks yang dikajinya mendapat bantuan dari Massir Q. Abdullah, menampilkan sebuah fragmen dari sebuah Bo', yakni sebuah buku catatan harian, Bumi Luma Rasanae, yang ditulis secara teratur di kediaman salah seorang pembesar Bima antara 1765-1790. Melalui dokumen historiografi lokal tersebut, pembaca disuguhkan gambaran Kesultanan Bima di bawah Sultan Abdul Hamid Muhammad Syah, yang stabil, berkuasa penuh, damai, tertib, sejahtera, serta taat pada berbagai aturan, baik aturan adat, hukum, maupun aturan keagamaan (53-104). Dalam tulisan kedua, Suryadi mentranskripsi dan menganalisis 10 (sepuluh) surat diplomatik yang ditulis oleh Sultan Abdul Hamid pada periode selanjutnya (1790-1818), dan ditujukan kepada Gubernur Jenderal Kompeni Belanda, kecuali satu di antaranya ditujukan kepada Syahbandar Batavia. Surat-surat itu menggambarkan upaya dan siasat diplomatik dari sang Sultan dalam rangka membina hubungan dengan Kompeni Belanda, selain juga menggambarkan produk ekspor Bima yang dijual kepada Belanda, barang-barang yang disalingtukarkan sebagai hadiah, serta secara umum gambaran ekonomi Kesultanan Bima yang justru kelihatan rapuh dan mudah tergoncang. Ini berbeda dengan gambara dalam teks Bumi Luma Rasanae di atas. Terakhir, Oman Fathurahman, menyunting Jawhar al-ma'arif, sebuah teks tulisan Haji Nur Hidayatullah al-Mansur Muhammad Syuja'uddin, seseorang asal keturunan kaum bangsawan Bima. Teks ini dapat dianggap mengandung dua bagian utama: pertama berkenaan dengan ‘adab ketatanegaraan', dan kedua berkenaan dengan ilmu hikmah atau ilmu gaib, yang semestinya dimiliki oleh para Sultan Bima. Pada bagian awal Jawhar al-ma'arif dijelaskan bahwa uraian ilmu hikmah dalam teks ini merujuk pada kitab Shams al-ma'arif al-kubra karangan Ahmad ibn ‘Ali al-Buni. Dalam pengantar buku ini, Henri Chambert-Loir dan H. Siti Maryam Slahuddin mengharapkan agar ke depan, para ahli naskah kuno dan sejarawan perlu bekerja sama untuk menginventarisasi, mengumpulkan, mengedit, dan mengulas sumber-sumber lokal tentang sejarah Indonesia, juga untuk menyoroti kepribadian dan peran historis beberapa Sultan terpenting dalam perkembangan sejarah Indonesia (h. 16).

Ada Doktor Berusia 83 Tahun di Wisuda Unpad.by hasnan habib petani


[Unpad.ac.id, 23/11] Universitas Padjadjaran hari ini menggelar prosesi Wisuda Unpad lulusan Gelombang I Tahun Akademik 2010/2011 untuk sesi pertama. Lulusan yang di wisuda pada gelombang I ini, berjumlah 2.597 orang dari semua program. Salah satu wisudawan adalah peraih gelar doktor tertua di Indonesia, Siti Maryam Salahuddin, yang meraih gelar doktor bidang Filologi Fakultas Sastra Unpad pada usia 83 tahun 5 bulan.

Siti Maryam Salahuddin, meraih gelar doktor dalam usia 83 tahun
“Selama masih mampu, kapan pun dan di mana pun, saya akan terus mengejar ilmu. Ilmu pengetahuan itu tidak terbatas, saya sungguh sangat menikmatinya,” ujar Siti Maryam yang lahir di Bima pada 13 Juni 1927, saat ditanya wartawan usai mengikuti prosesi wisuda di Grha Sanusi Hardjadinata, Kampus Unpad, Jln. Dipati Ukur No. 35 Bandung, Selasa (23/11). (Baca juga wawancara dengan Siti Maryam usai menjalani Sidang Doktor pada Agustus 2010 lalu).
Siti Maryam merupakan salah satu putri Sultan Bima, Muhammad Salahuddin. Sebelum meraih gelar doktor dari Unpad, Siti Maryam merupakan lulusan S-1 dan S-2 Fakultas Hukum Universitas Indonesia pada tahun 1953 hingga 1960. Setelah itu, ia sempat bekerja di beberapa tempat seperti menjadi anggota DPR RI (1966 – 1968), Asisten Administasi Sekretaris Wilayah Daerah Nusa Tenggara Barat (1964 – 1968) dan staf pengajar di Universitas Mataram (1969 – 1987). Sejak tahun 2001, Siti Maryam aktif menggagas sekaligus menjadi ketua Komite Pembentukan Provinsi Sumbawa.
Jika melihat data yang ada di website Rekor Muri, pemegang rekor “Peraih Gelar Doktor Tertua” antara lain BRA Mooryati Soedibyo yang meraih gelar doktor dalam usia 79 tahun pada tahun 2007, dan Dr. Ahmad Wasim Darwis, SH., Sp.N yang juga meraih gelar doktor dalam usia 79 tahun pada tahun 2005.
“Filologi merupakan ilmu yang mempelajari naskah-naskah lama (kuno). Kebetulan saya simpan naskah-naskah kuno dari orang tua. Naskah-naskah itu sekarang menjadi topik pembicaraan dari banyak pihak. Naskah itu dianggap sumber informasi dari nilai-nilai kehidupan di masa lampau yang kita harus kaji melalui ilmu Filologi,” jelas Siti Maryam saat ditanya alasannya menekuni ilmu ini.

Siti Maryam Sholahudin , permata Bima pamungkas. by hasnan habib kota depok


Panutan Daro Mbojo
Malam itu, bulan sabit ditemani ratusan bintang. Jarum jam sudah melewati angka 10 waktu Indonesia bagian timur. Tapi tamu di rumah Siti Maryam Salahuddin yang ada di Bima masih ramai. Dari orang-orang pemda hingga tamu individu yang ingin meminta nasihat dan jalan keluar dari sebuah persoalan. "Mungkin karena lulus sekolah hukum, saya dikira hakim," kata Maryam berkelakar.
Seorang tamu berkomentar, begitulah suasana di rumah jika Maryam kebetulan bersambang ke Bima. Kondisi yang sama juga ditemui di rumahnya yang ada di Mataram. Hampir setiap hari selalu ada tamu. Sekadar mengobrol sampai meminta nasihat.
Maryam lahir 13 Juni 1927. Karismanya tak pupus dimakan usia. Kebijaksanaannya justru bertambah. Tapi kesan utama yang menonjol ialah semangat belajarnya yang tak surut bersama lalunya waktu.
Ada kisah tentang kuatnya kemauan belajar yang sudah dimiliki sejak kecil. Tahun pertama SMA dia jalani di Malang, Jawa Timur. Tapi baru setahun menimba ilmu, dia dipanggil pulang karena meletus perang dunia kedua."Harus segera naik pesawat," ceritanya.
Maryam pun menangis, meski tetap menuruti titah sang ayah. Sesampai di Bima, dia harus menjalani masa pemingitan, seperti umumnya gadis-gadis Bima. Dia tidak boleh lagi sekolah. Putri Sultan Muhammad Salahuddin itu akhirnya belajar sendiri di rumah. Dari sang ayah, dia minta dibelikan banyak buku. Baik yang berbahasa Inggris maupun Belanda. Maryam remaja juga mulai mempelajari bahasa Jepang. "Saya tidak mau ditipu karena tidak bisa bahasa Jepang," katanya tergelak.

Bo Sangaji Kai , Naskah Kuno Kerajaan Bima.by hasnan habib petani depok

Bo Sangaji Kai, naskah kuno milik Kerajaan Bima, aslinya ditulis menggunakan Aksara Bima. Naskah ini kemudian ditulis ulang pada abad ke-19 dengan menggunakan huruf Arab-Melayu, menggunakan Kertas dari Belanda dan Cina.

Peringatan menyambut 200 tahun letusan Tambora .Bima pernah menjadi penghasil Jabon(Sapan). by hasnan habib petani

Letusan gunung Tambora di bulan April 1815 Masehi adalah salah satu letusan terbesar dalam sejarah manusia, yang mengakibatkan gemparnya dunia oleh karena kegelapan menyelimuti Eropa dan Amerika dimana saat itu peradaban manusia belum pernah mengalami dahsyatnya bencana global dari sebuah letusan gunung berapi. Sesudah 200 tahun terjadi apa yang akan kita lakukan ? Bima atau Sumbawa yang cantik molek alamnya adalah salah satu permata Nusantara, warisan alam yang penuh keindahan, yang tidak banyak diketahui oleh khalayak adalah bahwa sejak tahun 1699 VOC Belanda melalui Admiral Spelman telah mengikat perjanjian Sultan Bima untuk tidak menjual kepada siapapun satu jenis kayu yaitu Sapan ( saat ini dikenal dengan Jabon, sumber: buku Siti Maryam Sholahudin, puteri raja Bima Terakhir ) namun sayangnya justru tanaman asli Bima ini sekarang sudah lenyap dari bumi Bima, kayu yang multifungsi ini sekarang menjadi andalan dan unggulan para praktisi kayu di Nusantara , untuk itu kami Yayasan Balumba, bekerjasama dengan Koperasi Andalan Bersama, Bima dan Asosiasi Petani Pelopor Penghijauan (AP3) Jakarta menata sebuah program Pengembangan Kayu Jabon di Propinsi NTB dalam rangka GO Green NTB memperingati 200 Tahun Letusan Gunung Tambora, dalam 3 tahun kedepan (2012-2015) kami akan terus menerus menanam dan memelihara hutan rakyat demi menghijaukan Bumi Bima, NTB dan selanjutnya menghijaukan, sebagaimana pada tahun 1815 letusan gunung Tambora menggegerkan dan menghitamkan langit dunia, maka kami berharap pada bulan April 2015, bumi NTB telah menjadi hijau oleh sejuta pohon Jabon (Sapan) sebagai tanaman asli Bima,yang akan menghasilkan nilai tambah bagi rakyat sebesar Rp 1.000.000.000.000,- (Satu Trilyun Rupiah) dari 1000 hektar lahan Jabon Catatan penting tentang Letusan Gunung Tambora.
Pada tahun 1815, gunung tambora mengalami letusan dahsyat, gemuruh yang dihasilkan gunung tambora terdengar sampai makasar, Batavia, Ternate dan sampai Sumatra yang jaraknya lebih dari 2600 km dari Tambora. Letusan menimbulkan gempa vulkanik lebih kurang lebih 7 SR. Akibat letusan Tambora antara lain Tsunami besar menyerang pantai beberapa pulau di Indonesia pada tanggal 10 April, dengan ketinggian diatas 4 m di Bali pada pukul 10:00 malam. Tsunami setinggi 1-2 m terjadi di Besuki, Jawa Timur sebelum tengah malam dan tsunami setinggi 2 m terjadi di Maluku. Tinggi asap letusan mencapai stratosfer, dengan ketinggian lebih dari 43 km.Partikel abu jatuh 1 sampai 2 minggu setelah letusan, tetapi terdapat partikel abu yang tetap berada di atmosfer bumi selama beberapa bulan sampai beberapa tahun pada ketinggian 10-30 km. Angin bujur menyebarkan partikel tersebut di sekeliling dunia, membuat terjadinya fenomena. Matahari terbenam yang berwarna dan senja terlihat di London, Inggris diantara tangal 28 Juni dan 2 Juli 1815 dan 3 September dan 7 Oktober 1815. Pancaran cahaya langit senja muncul berwarna orange atau merah didekat ufuk langit dan ungu atau merah muda diatas. Letusan gunung ini juga di perkirakan mengubur kesultanan kecil yang ada di kaki gunung tambora.
Letusan Gunung Terdahsyat di dunia. Gunung Tambora yang terletak di Pulau Sumbawa meletus bulan April tahun 1815 ketika meletus dalam skala tujuh pada Volcanic Explosivity Index. Letusan tersebut menjadi letusan terbesar sejak letusan danau Taupo pada tahun 181. Letusan gunung ini terdengar hingga pulau Sumatra (lebih dari 2.000 km). Abu vulkanik jatuh di Kalimantan, Sulawesi, Jawa dan Maluku. Letusan gunung ini menyebabkan kematian hingga tidak kurang dari 71.000 orang dengan 11.000—12.000 di antaranya terbunuh secara langsung akibat dari letusan tersebut. Bahkan beberapa peneliti memperkirakan sampai 92.000 orang terbunuh, tetapi angka ini diragukan karena berdasarkan atas perkiraan yang terlalu tinggi. Lebih dari itu, letusan gunung ini menyebabkan perubahan iklim dunia. Satu tahun berikutnya (1816) sering disebut sebagai Tahun tanpa musim panas karena perubahan drastis dari cuaca Amerika Utara dan Eropa karena debu yang dihasilkan dari letusan Tambora ini. Akibat perubahan iklim yang drastis ini banyak panen yang gagal dan kematian ternak di Belahan Utara yang menyebabkan terjadinya kelaparan terburuk di Eropa dan Amerika pada abad ke-19.

Senin, 07 Mei 2012

Ibu Evy Nafisah ( Koperasi Andalan Bersama Bima ) dan Bapak Antonio Soares SH (PT PPA-Green) di rumah Dr Ir Amin Aziz Cijantung

Membicarakan program Pengembangan tanaman Jabon di Sumbawa perlu langsung dengan pelaku , Pak Soares adalah direktur pemasaran PT PPA-Green (anak perusahaan PPA-Group)perusahaan yang bergerak dibidang perkebunan dan perhutanan.Tim Jabon Sumbawa sengaja membicarakan program ini dengan langsung bertemu dengan pelaku profesional dalam hal pengembangan tanaman Jabon.by hasnan habib kota depok.

Minggu, 06 Mei 2012

Rusa Timor Fauna Identitas Provinsi NTB. by hasnan habib petani

Rusa timor merupakan salah satu rusa asli Indonesia selain rusa bawean, sambar, dan menjangan. Rusa timor yang mempunyai nama latin Cervus timorensis diperkirakan asli berasal dari Jawa dan Bali, kini ditetapkan menjadi fauna identitas provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).

Menuju Sumbawa Hijau, studi banding Jabon Ke Depok. by hasnan habib petani

Kebon Jabon di Cilangkap menjadi tempat kunjungan studi banding Jabon sebelum kami terapkan di Sumbawa NTB

Mengenal Suku Sumbawa . by hasnan habib petani depok

Suku Sumbawa atau tau Samawa mendiami bagian barat Pulau Sumbawa atau bekas wilayah Kesultanan Sumbawa, wilayahnya seluas 8.493 km2 yang berarti lebih dari setengah Pulau Sumbawa dengan luas keseluruhan mencapai 14.415,45 km2, sedangkan bagian timur Pulau ini didiami oleh suku Bima. Sebagian besar wilayahnya terdiri atas perbukitan dan pegunungan dengan puncak tertinggi 1.730 meter berada di Gunung Batu Lanteh. Gunung ini berdiri tegak di antara lima pegunungan lainnya yang berada di bagian tengah dan selatan pulau. Mengarah ke gunung ini terdapat sebuah sungai terbesar bernama Brang Beh yang juga mengalir menuju Teluk Lampui dan menuju daerah-daerah di sekitar pegunungan lainnya, kemudian bertemu dengan anak-anak sungai lainnya yang lebih kecil. Populasi tau Samawa tersebar di dua daerah kabupaten, yaitu Kabupaten Sumbawa dan Kabupaten Sumbawa Barat yang wilayahnya mulai dari Kecamatan Empang di ujung timur hingga Kecamatan Taliwang dan Sekongkang yang berada di ujung barat dan selatan pulau, termasuk 38 pulau kecil di sekitarnya. Batas teritorial kedua daerah kabupaten ini adalah sebelah utara berbatasan dengan Laut Flores, sebelah selatan dengan Samudera Indonesia, sebelah barat dengan Selat Alas, dan sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Dompu. Jumlah populasi suku Sumbawa sekarang diperkirakan lebih dari 500.000 jiwa.

Koperasi Andalan Bersama di kebon Jabon Depok. by hasnan habib petani

Rombongan koperasi Andalan Bersama Bima NTB sedang meninjau kebon Jabon di Cilangkap Tapos Depok Jawa Barat, agar bisa diterapkan di Bima, Sumbawa NTB.

Zainul Mahdi MA.Gubernur Nusa Tenggara Barat. by hasnan habib kota depok


Nama: TGH M Zainul Majdi MA
Nama Populer: Tuan Guru Bajang
Lahir: 31 Mei 1972
Istri: Hj. Rabiatul Adawiyah, SE
Anak:
Muhammad Rifqi Farabi
Zahwa Nadira
Fatimah Azzahra
Zaida Salima
Agama: Islam
Pendidikan:
SDN. No.2 Mataram (lulus Thn. 1985)
Madrasah Tsanawiyah NW dan Madrasah
Aliyah Mu’allimin Pancor (dalam 5 tahun
pendidikan lulus Thn.1990)
Ma’had Darul Qur’an Wal-Hadist NW
Pancor (lulus Thn.1991)
Universitas Al-Azhar Cairo Fakultas
Usuluddin Jurusan Tafsir & ilmu-ilmu Al
Qur’an
(lulus Licenci (Lc) Thn. 1995 & lulus Master
of Art (MA) Thn. 2000)
Mahasiswa program Doktor S3 Fakultas
Usluhuddin Jurusan Tafsir Ilmu-ilmu Al
Quran Universitas Al Azhar Cairo Mesir
(sejak 2003)
Karir:

Kolega kami Penggiat Jabon di Depok : Pak Dadang Rajak SH

Pak Dadang di kebon Jabon di Depok Jawa Barat.by hasnan habib petani.

Kolega Jabon di Jakarta : Hasnan Habib

Kawan kawan Penggiat Penghijauan kota Depok banyak membantu kami koperasi Andalan Bersama , untuk belajar tentang penanaman Jabon, untuk selanjutnya kami upayakan untuk bisa diterapkan di NTB, menghijaukan dan mensejahterakan petani di Sumbawa.

Pak Sapril Simabor dan pohon Jabon 6 bulan, kebun Depok.by hasnan habib petani

Pak Sapril adalah kolega kami di Depok Jawa Barat, yang memandu kami meninjau kebun - kebun Jabon di Depok Jawa Barat. Ternyata diperkotaanpun asal masyarakatnya mau Jabon dapat ditanam dan menumbuhkan harapan baru hutan rakyat.

Gunung Tambora, dampak letusannya.by hasnan habib petani

NAPOLEON, RAFFLES, dan TAMBORA
Stamfort Rafless
Letusan hebat Gunung Tambora pada April 1815 bukan saja melumat dan meluluhlantakkan tiga kerajaan kecil di Pulau Sumbawa. Lebih dari itu, nun jauh di daratan Eropa, tepatnya di Belgia, pasukan tentara di bawah komando penguasa Prancis, Jenderal Napoleon Bonaparte harus bertekuk lutut di tangan Inggris dan Prussia.
Ya, tiga hari setelah Tambora meletus dahsyat, tepatnya pada 18 Juni 1815, pasukan Napolean terjebak musuh. Pasalnya, di sepanjang hari itu cuaca memburuk. Hujan terus mengguyur kawasan tersebut. Padahal, tentara Prancis itu sedang menuju laga pertempuran.
Akibat cuaca buruk, roda kereta penghela meriam terjebak lumpur. Semua kendaraan tak bisa melaju dengan mulus. Tanahnya licin, berselimutkan salju. Maklum, abu tebal dari letusan Gunung Tambora masih bertebaran di atmosfer sehingga menghalangi sinar matahari yang jatuh ke bumi.
Perang Waterloo itu menjadi kisah tragis bagi Napoleon. Kehebatan Napoleon dalam menundukkan musuh-musuhnya berakhir sudah. Ia pun menyerah kalah. Jenderal itu lalu dibuang ke Pulau Saint Helena, sebuah pulau kecil di selatan Samudra Atlantik. Di pulau terpencil itulah ia menghabiskan waktunya hingga meninggal dunia pada 1821 akibat serangan kanker.
Kenneth Spink, seorang pakar geologi berteori, bahwa cuaca buruk akibat letusan Gunung Tambora menjadi salah satu pemicu kekalahan Napoleon. Pada pertemuan ilmiah tentang Applied Geosciences di Warwick, Inggris (1996), Spink mengatakan bahwa letusan Gunung Tambora telah berdampak besar terhadap tatanan iklim dunia kala itu, termasuk cuaca buruk di Waterloo pada Juni 1815.
Di Yogyakarta, letusan Tambora mengagetkan Thomas Stamford Raffles. Gubernur Jenderal Britania Raya di Jawa yang berkuasa pada tahun 1811-1816 itu tadinya mengira ledakan itu berasal dari suara tembakan meriam musuh. Wajar saja demikian karena ketika itu teknologi komunikasi (telegram) memang belum tercipta sehingga letusan itu tak bisa disampaikan ke berbagai penjuru daerah dalam waktu yang relatif cepat.
Takut diserang musuh, Raffles pun lalu mengirim tentara ke pos-pos jaga di sepanjang pesisir untuk siap siaga. Perahu-perahu pun disiagakan. Apa boleh buat, dugaan Raffles keliru. Tak ada serangan musuh.

Bersama kami NTB Hijau . by hasnan habib petani

Sengon kami punya, kini kami akan menghijaukan Nusa Tenggara Barat dengan Jabon (Antochepalus Cadamba )

Koperasi Andalan Bersama Bima NTB, Memberdayakan Petani Wanita

Lihat perjuangannya!. by hasnan habib petani depok