Selasa, 08 Mei 2012

Peringatan menyambut 200 tahun letusan Tambora .Bima pernah menjadi penghasil Jabon(Sapan). by hasnan habib petani

Letusan gunung Tambora di bulan April 1815 Masehi adalah salah satu letusan terbesar dalam sejarah manusia, yang mengakibatkan gemparnya dunia oleh karena kegelapan menyelimuti Eropa dan Amerika dimana saat itu peradaban manusia belum pernah mengalami dahsyatnya bencana global dari sebuah letusan gunung berapi. Sesudah 200 tahun terjadi apa yang akan kita lakukan ? Bima atau Sumbawa yang cantik molek alamnya adalah salah satu permata Nusantara, warisan alam yang penuh keindahan, yang tidak banyak diketahui oleh khalayak adalah bahwa sejak tahun 1699 VOC Belanda melalui Admiral Spelman telah mengikat perjanjian Sultan Bima untuk tidak menjual kepada siapapun satu jenis kayu yaitu Sapan ( saat ini dikenal dengan Jabon, sumber: buku Siti Maryam Sholahudin, puteri raja Bima Terakhir ) namun sayangnya justru tanaman asli Bima ini sekarang sudah lenyap dari bumi Bima, kayu yang multifungsi ini sekarang menjadi andalan dan unggulan para praktisi kayu di Nusantara , untuk itu kami Yayasan Balumba, bekerjasama dengan Koperasi Andalan Bersama, Bima dan Asosiasi Petani Pelopor Penghijauan (AP3) Jakarta menata sebuah program Pengembangan Kayu Jabon di Propinsi NTB dalam rangka GO Green NTB memperingati 200 Tahun Letusan Gunung Tambora, dalam 3 tahun kedepan (2012-2015) kami akan terus menerus menanam dan memelihara hutan rakyat demi menghijaukan Bumi Bima, NTB dan selanjutnya menghijaukan, sebagaimana pada tahun 1815 letusan gunung Tambora menggegerkan dan menghitamkan langit dunia, maka kami berharap pada bulan April 2015, bumi NTB telah menjadi hijau oleh sejuta pohon Jabon (Sapan) sebagai tanaman asli Bima,yang akan menghasilkan nilai tambah bagi rakyat sebesar Rp 1.000.000.000.000,- (Satu Trilyun Rupiah) dari 1000 hektar lahan Jabon Catatan penting tentang Letusan Gunung Tambora.
Pada tahun 1815, gunung tambora mengalami letusan dahsyat, gemuruh yang dihasilkan gunung tambora terdengar sampai makasar, Batavia, Ternate dan sampai Sumatra yang jaraknya lebih dari 2600 km dari Tambora. Letusan menimbulkan gempa vulkanik lebih kurang lebih 7 SR. Akibat letusan Tambora antara lain Tsunami besar menyerang pantai beberapa pulau di Indonesia pada tanggal 10 April, dengan ketinggian diatas 4 m di Bali pada pukul 10:00 malam. Tsunami setinggi 1-2 m terjadi di Besuki, Jawa Timur sebelum tengah malam dan tsunami setinggi 2 m terjadi di Maluku. Tinggi asap letusan mencapai stratosfer, dengan ketinggian lebih dari 43 km.Partikel abu jatuh 1 sampai 2 minggu setelah letusan, tetapi terdapat partikel abu yang tetap berada di atmosfer bumi selama beberapa bulan sampai beberapa tahun pada ketinggian 10-30 km. Angin bujur menyebarkan partikel tersebut di sekeliling dunia, membuat terjadinya fenomena. Matahari terbenam yang berwarna dan senja terlihat di London, Inggris diantara tangal 28 Juni dan 2 Juli 1815 dan 3 September dan 7 Oktober 1815. Pancaran cahaya langit senja muncul berwarna orange atau merah didekat ufuk langit dan ungu atau merah muda diatas. Letusan gunung ini juga di perkirakan mengubur kesultanan kecil yang ada di kaki gunung tambora.
Letusan Gunung Terdahsyat di dunia. Gunung Tambora yang terletak di Pulau Sumbawa meletus bulan April tahun 1815 ketika meletus dalam skala tujuh pada Volcanic Explosivity Index. Letusan tersebut menjadi letusan terbesar sejak letusan danau Taupo pada tahun 181. Letusan gunung ini terdengar hingga pulau Sumatra (lebih dari 2.000 km). Abu vulkanik jatuh di Kalimantan, Sulawesi, Jawa dan Maluku. Letusan gunung ini menyebabkan kematian hingga tidak kurang dari 71.000 orang dengan 11.000—12.000 di antaranya terbunuh secara langsung akibat dari letusan tersebut. Bahkan beberapa peneliti memperkirakan sampai 92.000 orang terbunuh, tetapi angka ini diragukan karena berdasarkan atas perkiraan yang terlalu tinggi. Lebih dari itu, letusan gunung ini menyebabkan perubahan iklim dunia. Satu tahun berikutnya (1816) sering disebut sebagai Tahun tanpa musim panas karena perubahan drastis dari cuaca Amerika Utara dan Eropa karena debu yang dihasilkan dari letusan Tambora ini. Akibat perubahan iklim yang drastis ini banyak panen yang gagal dan kematian ternak di Belahan Utara yang menyebabkan terjadinya kelaparan terburuk di Eropa dan Amerika pada abad ke-19.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar