Selasa, 08 Mei 2012

Bima, kerajaan berdaulat.by hasnan habib petani depok

Bima dan Lombok Di antara Jaringan Perdagangan Makassar
Dalam tahun 1831 J.Francis sebagai komisaris Perusahaan Belanda diutus ke berbagai daerah di Nusa Tenggara, yang kemudian memberikan laporannya kepada pemerintah pusat di Batavia. J.Francis pertama mengungjungi daerah Lombok ,Sumbawa, Bima, kemudian meneruskan perjalanan ke tempat-tempat di bagian timur Nusa Tenggara. Dalam tahun 1835 dalang pula utusan pemerintah Hindia Belanda, Jembrong (seorang Jawa) ke Lombok untuk mengetahui keadaan, dan menyampaikan laporannya kepada pemerintah di Batavia. Juga masih dikirim utusan pada tahun-tahun berikutnya ke Nusa Tenggara. Dari laporan para petugas pemerinlah kolonial ini dapat diketahui mengenai keadaan ekonomi di kepulauan, meskipun tidak seimbang pada setiap daerah. Mengenai keadaan ekonomi Nusa Tenggara yang mulai membaik dapat dilihat setelah sekitar 15 tahun peristiwa letusan Tambora. Daerah-daerah yang banyak menampung abu pasir bekas letusan mulai mempertihatkan perubahan pada tingkat kesuburannya. Meskipun masih ada yang menderita, terutama di Sumbawa, namun bagi daerah yang kurang berat menderita nampak mulai memperlihatkan perubahan pada tanahnya yang meningkat subur, dan dapat ditanami. J.Francis yang dalang di Sumbawa tahun 1831, meski masih mengatakan bahwa terdapat sisa-sisa kehancuran akibat letusan Tambora di Sumbawa seperti: tanah retak berat di segala arah, puncak Tambora yang dahulu mencapai tinggi 8.000 kaki di alas permukaan laut, kini hampir hanya 2.000 kaki , namun di Bima ia menemukan keadaan yang lebih baik. Pada kunjungannya di Bima pada tahun 1831, J.Francis tidak menyebut Bima sebagai daerah miskin, atau rusak berat karena gempa. Tetapi ia menyebut Bima sebagai lumbung beras, kapas, dan kayu jati (untuk keperluan sendiri). Prestasi yang digambarkan itu melebihi perestasi tahun 1840 keadaan kehidupan di pulau Sumbawa tampak semakin dapat ditingkatkan. H.Zollinger antara lain menyebutkan, bahwa kini Bima dapat mengekspor beras, tetapi tidak banyak. Yang banyak diekspor adalah kacang hijo, dan teripang. Akan tetapi kayu sapan menjadi berkurang. Pada tingkat kepentingan dasar penduduk, kini muncu! usaha pembuatan garam yang pesat di Bima. Usaha ini dilakukan oleh penduduk tanpa campurtangan Sultan. Hasil ini selain untuk kepentingan sendiri juga dikirim sampai ke Dompu, Sumbawa, Manggarai, dan Selayar. Juga datangnya kapal-kapal di Sumbawa menunjukkan adanya keramaian dalam perdagangan. Selama 16 lahun (dari 1832 sampai dengan 1847) di pelabuhan Bima datang sebanyak : 186 buah kapal, dan 726 perahu, sementara yang pergi sebanyak: 175 kapal, 974 perahu. Berarti yang masuk rata-rata 57 buah setahun, dapat disebut sebagai pedagang musiman yang bergerak mengikuti arah angin. Kapal-kapal terutama datang di musim Angin Barat (Oktober-Maret) dan balik kembali pada musim Angin Timur (April-September), menunjukkan arus pedagang datang dari sebelah barat kepulauan. Kapal-kapal yang datang di Bima adalah berasal dari: Jawa, Madura, Sumatera, Bali, Lombok, Borneo, Lingga, Sumbawa, tempat-tempat di Selebes, Singapura, Malaka, Timor, Sumba, Maluku, dan Iain-Iain. Dari gambaran kapal, perahu yang berangkal dari Bima tercatat 1145 buah, nampak bahwa hubungan terbanyak terjadi dengan Makasar dan sekitarnya seperti: Bonerate, Selayar, Buton (66 %), kemudian dengan tempat-tempat di Jawaseperti: Surabaya, Gresik, Rembang, Semarang, Batavia(15, 5 %), juga dengan pulau lainnya di Nusa Tenggara (sekitar 8 %) dan dengan Singapura, Malaka (7 %), lerakhir dengan Maluku (2, 2 %). Nampak Bima selain merupakan jembatan penghubung antara dacrah Indonesia bagian barat (Makasar), alau Jawa, dan timur (Maluku), juga merupakan pusat keramaian yang menghubungkan perdagangan dengan daerah lain di sekitarnya. Hubungan dengan Makasar, dan sekitarnya merupakan hubungan yang paling ramai. Dapat dimengerti bahwa usaha pembuatan garam di Bima merupakan usaha yang baru dikembangkan (mungkin sebelumnya sudah ada) dalam mengatasi kehidupan ekonomi penduduk. Keramaian di Bima-Sumbawa mencakup wilayah Manggarai, dan ini dapat dilihat sebagai satu lingkungan perdagangan yang ramai, yang juga merupakan jaringan Bugis-Makasar di Nusa Tenggara. Hasil-hasil dari daerah Manggarai (Flores Barat) banyak dikirim melalui Bima. Hal ini terkait dengan adanya pengaruh Sultan Bima di sana. Kepala-kepala kampung (datu) dari Manggarai setiap tahun mengirimkan upeti berupa budak ke Bima. Juga barang-barang seperti: lilin, kambing, ayam dan Iain-lain dikirim ke sana. Di Manggarai tinggal banyak orang Bugis, Makasar, dan sering ada hubungan kawin-mawin dengan famili dari Dalu. Tampak bahwa pada tahun 1840-an pelabuhan Bima sudah memperlihatkan artinya kembali pada perdagangan yang menguntungkan di Nusa Tenggara. Bima mampu menarik pedagang-pedagang dari luar Nusa Tenggara. Bahkan sebelumnya f 1830-an) keramaian itu sudah nampak kembali. Dari laporan Francis diketahui, Bima mengekspor pertahun sebanyak: 100 koyang beras, 100 pikul katun, 100 kati sarang burung, 19 pikul lilin, dan kayu sapan didatangkan dari Dompu, Flores sebanyak 2.100 pikul memenuhi kontrak dengan pemerinlah Belanda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar